JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI Olly Dondokambey memberikan pertanyaan mengejutkan. Dirinya bersama Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo melakukan pertemuan untuk menetapkan dana Percepatan Pembangunan Infrstruktur Daerah (PPID) bidang transmigrasi di 19 kabupaten.
Hal ini dikatakan Olly Dondokombey kepada wartawan, usai diperiksa tim penyidik di gedung KPK, Jakarta, Senin (3/10). Dalam pemeriksaan itu, ia mengakui di depan penyidik ditanya seputar mekanisme pembahasan anggaran dalam program PPID.
"(Saya ditanya) substansi soal korupsi di Kemennakertrans. (sedangkan pertanyaan) yang lainnya tentang mekanisme pembahasan anggaran. Itu saja. Soal Kemnakertrans saya cuma ditanyakan tiga. Apa kenal tersangka-tersangka ini? Apa pernah bikin pertemuan? Apa pernah terima uang? Hanya itu,” ujarnya di Gedung KPK, Jakarta, Senin (3/10/2011).
Kepada penyidik Olly mengaku tak mengenal ketiga tersangka. Dia pun membantah menerima uang dalam proyek itu. "Ya jelas dong. (Dengan) orang itu, saya sama sekali tidak kenal," ujar politisi PDIP tersebut.
Namun kepada penyidik, Olly mengakui peranannya sebagai pimpinan rapat yang berakhir pada keputusan menyetujui besaran anggaran untuk program itu. Olly pun mengklaim bahwa persetujuan anggaran tersebut dapat dikatakan sah. "Saya yang pimpin, (selaku) Ketua Panja. Yang setujui ya saya, Menkeu, (dan) semua (anggota Panja dan pimpinan Banggar DPR) dong," selorohnya.
Saat dikonfirmasi pernyataan Mennakertrans Muhaimin Iskandar yang menyebut kementeriannya tak terkait dengan program ini, Olly enggan menanggapinya. "Saya tidak tahu. Jangan tanya saya, tolong tanya dia (Menakertrans Muhaimin Iskandar-red) saja ya," imbuh dia.
Pengakuan Sebaliknya
Sementara itu, Wakil Ketua banggar DPR Tamsil Linrung yang juga menjalani pemeriksaan KPK, justru memberikan pengakuan sebaliknya atas pertnyataan dari Menakertrans Muhaimin Iskandar. Menurut dia, program PPID bidang transmigrasi yang menelan biaya Rp 500 miliar itu merupakan usul dari Kemenakertrans.
Menurutnya, sebelum dilakukan pembahasan dalam panja belanja transfer ke daerah, pihaknya memang menerima surat pengajuan dari Kemenakertrans "Awalnya dari surat Kementerian Tenaga Kerja yang menginginkan adanya dana untuk pembangunan transmigrasi ini. Ada surat dai Dirjen di Kemenakertrans. Dirjennya adalah Djoko Sidik Purnomo," kata politisi PKS ini.
Sementara soal komitmen fee sebesar 5 persen untuk Banggar DPR terkait telah disetujuinya program PPID itu, dikatakan Tamsil, samat sekali tidak ada. "Komitmen fee tidak ada. Bukan wilayah saya. Saya tidak tahu sama sekali," selorohnya.
Oly dan Tamsil diperiksa sebagai saksi terkait kasus suap dalam program itu. Tamsil pun membawa sejumlah dokumen pendukung. Dokumen itu sudah diserahkannya kepada KPK. "Saya tadi serahkan dokumen-dokumen yang saya janjikan. Semua surat-surat itu antar sesama dirjen, daftar hadir, UU serta peraturan pemerintahnya. Semuanya saya berikan,” tandasnya.
Kasus tersebut berawal dari tertangkapnya dua pejabat Kemenakertrans yaitu Sesditjen P4T I Nyoman Suisnaya dan Kepala Bagian Program Evaluasi dan Pelaporan P4T Dadong Irbarelawan dan Direksi PT. Alam Jaya Papua (AJP) Dharnawati.
Kedua pejabat Kemenakertrans tersebut diduga menerima uang senilai Rp1,5 miliar dari Dhanarwati. Uang itu terkait fee lolosnya dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Transmigrasi (PPDIDT) dianggarkan dalam APBN-P 2011 oleh Banggar DPR sebelumnya.
Dalam penentuan besaran anggaran yang akan dialokasikan terkait proyek ini sendiri, memang hanya melibatkan Kemenkeu dan Banggar DPR. Pengesahan terkait disetujuinya program ini dengan alokasi dana Rp 500 miliar ditandatangani Menkeu dan pimpinan Banggar.(mic/spr)
|